Menarik waktu kembali pada tahun 1994, saat
PT DAHANA (Persero) tak lagi mendapatkan hak monopoli penjualan bahan peledak
(handak) di Indonesia. Beberapa kalangan memprediksi, DAHANA bakal menjadi BUMN
sakit setelah keistimewaan ini dipreteli pemerintah. Kondisi ini pula yang juga
dialami sejumlah perusahaan plat merah lain.
Tak lagi menjadi ‘agen pemegang merk’ tunggal
bahan peledak di dalam negeri, dan harus dipaksa bersaing dengan korporasi
asing yang sudah mapan dengan teknologi dan jam terbang tinggi di pasar global,
tentu jadi sebuah kondisi sulit bagi DAHANA selama periode adaptasi tersebut.
Sebelumnya, dengan hak monopoli, tidur tanpa
keringat pun pundi-pundi pendapatan akan terus mengalir ke perusahaan.
Bagaimana tidak, hampir semua kebutuhan bahan peledak dalam negeri, khususnya
untuk kebutuhan industri pertambangan, hanya dipasok dari DAHANA. Tak lagi jadi
pemain tunggal dalam penjualan bahan peledak, membuat penjualan DAHANA merosot.
Jika saja saat itu perusahaan tak memiliki
kepemimipinan yang kuat, mungkin saja saat ini DAHANA masuk sebagai salah satu
BUMN yang terus sekarat. Hidup segan, mati pun tak mau, yang mengharapkan
kebaikan pemerintah lewat suntikan modal negara, atau hanya mengandalkan
pemasukan dari pendapatan di luar core bisnis perusahaan dari sisa asetnya.
Sementara, beberapa perusahaan milik negara
lain masih bisa bertahan dengan mendapatkan proyek-proyek mercusuar pemerintah
seperti halnya yang terjadi pada BUMN konstruksi, alutsista, dan farmasi.
Perusahaan lain bertahan dengan bisnis pelayan publik lewat subsidi. Namun, hal
itu tak terjadi pada DAHANA, perusahaan bahan peledak ini dipaksa bermain
dengan caranya sendiri, tanpa tangan pemerintah, dan bersaing langsung dengan
korporasi asing.
Lewat kepemimpinan dan tata kelola perusahaan
yang profesional, kondisi sulit tersebut malah membuat perusahaan semakin sehat
dan berkontribusi besar pada ekonomi nasional. Dihadapkan pada kompetitor asing
tak membuat perusahaan surut semangat. Sebaliknya, DAHANA malah menjadikan
pesaing sebagai mitra dan menimba ilmu dalam teknologi bahan peledak.
Kini, DAHANA menjadi bagian dari tren BUMN
yang berhasil bangkit di bawah kepemimpinan yang profesional. Bicara dunia
bisnis, tentu bicara dunia yang sangat dinamis di tengah pasar yang kompetitif.
Dan semua perubahan di atas tak lepas dari peran pemimpin perusahaan.
Kepemimpinan yang bisa mengarahkan sumber daya manusia DAHANA pada satu tujuan
bisnis.
Investasi terbaik adalah investasi manusia.
Kunci dari seluruh keberhasilan DAHANA adalah kesiapan nahkoda perusahaan
membentuk karakter sumber daya manusia agar searah dengan visinya. Dalam dunia
bisnis, perubahan tak bisa dihindari dan selalu tak terduga. Perubahan yang
terduga tak hanya dari eksternal perusahaan, namun juga kondisi internal
perusahaan.
Dulu setiap pelaku bisnis bisa menggunakan
dolar dalam semua transasksinya, kini pemerintah mewajibkan rupiah untuk semua
transaksi di dalam negeri. Seperti halnya perubahan besar dengan hilangnya hak
monopoli, banyak perubahan dalam lingkungan bisnis pertambangan yang sangat
dinamis.
Dari harga komoditas yang fluktuatif,
larangan ekspor bahan mentah hasil tambang, konten lokal, regulasi-regulasi
yang tak terduga yang harus disikapi perusahaan sebagai objek dari peraturan
tersebut.
Adaptasi pada semua perubahan tersebut hanya
bisa dilakukan dengan menyiapkan semua individu di dalam organisasi, dari pucuk
pimpinan hingga level terbawah perusahaan. Seperti halnya sifat yang dimiliki seorang
olahragawan, pemimpin perusahaan atau unit organisasi bisnis di bawahnya harus
menyikapi perubahan dengan terus belajar dan menyesuaikan dengan kondisi,
dampak resiko, serta selalu meneropong apa yang dilakukan pesaing bisnis.
Seorang olahragawan tak pernah kaget
menghadapi musuhnya, dan selalu menyiapkan diri dengan baik. Lantas, bagaimana
mempersiapakan individu yang siap dengan segala perubahan. Pemimpin harus
menciptakan kondisi lingkungan tekanan kerja yang membuat bawahannya bisa
memecahkan solusi atas masalah tersebut. Tak cukup hanya itu, seorang pemimpin
juga membuat bawahannya selalu tak puas atau cukup dengan apa yang sudah
dicapainya.
Rasa puas atas kinerja seseeorang kerap
membuat orang merasa hal tersebut sudah maksimal. Sebagian orang memilih tak mengambil
tantangan ketika dirinya sudah berada pada pencapaian yang dianggap sudah
maksimal, dan tak perlu mengambil resiko yang bisa saja membuat apa yang
sekarang sudah dicapai terlepas.
Selalu merasa tak puas atas kinerja dan
konsisten melihat jauh ke depan bahwa bisnis selalu berubah dengan cepat adalah
kondisi yang harus selalu diciptakan di lingkungan kerja. Apalagi, di
perusahaan yang bergerak di jasa sektor pertambangan dengan pengaruh eksternal
yang lebih besar ketimbang bisnis lainnya, dan tentunya selalu tak terduga.
Kita tak boleh terpaku pada pencapaian
setahun dua tahun. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis, visi atas
pekerjaan harus dibangun untuk segala kemungkinan paling tidak 5 tahun ke depan
yang tak terduga. Bahkan, rencana bisnis harus disusun agar tidak kadaluarsa
hingga 15 tahun ke depan.
Be ultimately
responsible for improving performnace. Kita punya tanggaung jawab untuk
meningkatkan kinerja. Dan We never blame
circumstance, karena kita yang harus menyesuaikan dengan ritme lingkungan
bisnis, bukan sebaliknya, mengkambing hitamkan perubahan lingkungan atas
kegegalan operasi bisnis. Semua hal tersebut terjadi di luar kontrol kita dan
disikapi dengan perbaikan diri. Kesimpulan dari semua itu adalah we never blame environment.
Kunci lainnya, bagaimana kita mengerjakan
pekerjaan dengan lebih baik dari sebelumnya. Bekerja untuk makan, atau makan
untuk bekerja, pilihan pertama jika hanya terpaku pada penyelesaian pekerjaan
yang sifatnya rutinitas tanpa membuat diri berkembang, bekerja hanya untuk
orientasi kebutuhan perut. Atau pilihan kedua, makan hanya salah satu cara agar
kita bekerja dengan baik.
Kita harus selalu mawas diri agar kita selalu
mengelola pekerjaan dengan lebih baik. Mengapa pekerjaan tak bisa diselaikan
dengan tepat waktu, pasti ada yang salah dengan keadaan tersebut, sehingga membuatnya
terlambat. Jangankan bicara perubahan, kalau pekerjaan yang sudah ada saja
masih belum jadi prioritas.
Mengembangkan diri tak hanya soal aktivitas
pekerjaan, Jangan lupakan pula seni komunikasi bisnis. Cara berkomunikasi dalam
dunia bisnis tak bisa disamakan dengan gaya pergaulan. Gaya kita berkomunikasi
juga mewakili lingkungan kerja kita saat menghadapi pihak luar perusahaan.
Karena kita mewakili perusahaan, bukan mewakili diri kita sendiri.
Komunikasi yang efektif juga jadi gambaran
hubungan kerja yang tak kaku dalam lingkungan internal perusahaan. Bawahan yang
profesional tidak akan segan mengutarakan pendapatnya pada atasan dengan gaya
komunikasi yang lugas, langsung pada sasaran.
Organisasi perusahan yang maju diibaratkan
seperti sebuah mesin otomatis. Mesin otomatis tak pernah menunda pekerjaan.
Melakukan apa yang sudah diprogram dalam otak mesin tersebut. Apalagi, dengan
nanti setelah semakin lebarnya persaingan lewat keterbukaan masyarakat ekonomi
ASEAN (MEA).
Otomatisasi
artinya pula kesiapan perusahaan ketika terjadi perubahan pada internal
perusahaan. Tugas dari line manager mempersiapkan penerus atau pemain cadangan
saat salah seorang anggota organisasi harus diganti. Kuncinya, buat sebuah pola
dimana satu pekerjaan bisa dilakukan oleh orang lain dalam satu line kerja, dan
dalam jangka panjang, mempersiapkan pola penggantian untuk karyawan yang bisa
saja pensiun. (Susilo Hertanto, Direktur
Keuangan & SDM PT DAHANA)
No comments:
Post a Comment