BUMN produsen bahan peledak dan produsen senjata, PT Dahana melakukan transformasi sejak 2003. Pemicunya adalah penurunan kinerja seiring dibukanya monopoli produksi dan perdagangan bahan peledak. Maka, Dahana pun mengubah cara berbisnis, dari semula hanya menjual bahan peledak, menjadi penjualan jasa peledakan secara terintegrasi, mulai dari bahan peledaknya, hingga jasa pengeboran (drilling).
Konsumen tidak perlu
pusing-pusing mendistribusikan bahan peledak, menyimpannya, peledakan dan
melakukan drilling, termasuk pemusnahannya. Itulah solusi total yang ditawarkan
Dahana. Bagaimana lika-ilku transformasi yang dilakukan Dahana? Heri Heriswan,
Director of Technology and Development PT Dahana, memaparkannya kepada Destiwati
Sitanggang dari SWA Online:
Apa alasan melakukan transformasi?
Alasan kami berasal dari
faktor eksternal dan internal. Fakor eksternal dari tekanan bisnis karena
adanya pembukaan regulasi pemerintah yang asalnya monopoli, menjadi terbuka
sekali dan sekarang sudah ada 10 perusahaan Indonesia. Tetapi kompetitor kami
yang sebenarnya berasal dari pemain asing, karena tambang-tambang yang besar
itu dimiliki oleh asing. Sehingga, mereka (asing) benar-benar menguasai pasar
dan mereka (asing) juga yang menentukan siapa saja partner mereka. Jadi, kami
yang perusahaan Indonesia yang tidak memiliki partner asing masuk ke pasar
kelas menengah. Karena tekanan itu, terjadi persaingan dan kinerja kami
menurun.
Faktor internal, adanya
ketidakpuasan karyawan atas kinerja perusahaan. Maka kami berpikir bagaimana
cara agar kita tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu kami shifting dari produk
yang ada pada saat itu.
Apa yang ditransformasikan?
Kami memulai tranformasi
sejak 2002. Hal yang kami transformasikan yang pertama ada empat. Pertama,
leadership. Kedua visi dan strateginya. Ketiga, struktur, dan keempat adalah
kulturnya. Dari leadership, intinya pada pola pikir para pimpinan di
perusahaan.
Pada visi dan strategi,
kami membuat visi dan strategi yang lebih nyata, karena visi dan strategi yang
dulu ada, kurang sesuai untuk menghadapi kompetitor. Dengan adanya perubahan
visi dan strategi, tentunya berdampak pada struktur yang ada. Dulu, struktur
ini seperti piramida, sekarang diubah menjadi divisional, yang membuat kita
lebih dekat dengan pasar. Selanjutnya, tentang kultur yang berkaitan dengan
pola pikir, sikap, dan perilaku. Dulu dengan konsep monopoli, kami hanya
menunggu orang datang kepada kami, sekarang tidak bisa seperti itu, kami harus
menjemput bola.
Gambarkan kondisi/kinerja sebelum transformasi?
Karyawan kami dulunya 60%
dari SLTA dan SMP. Kami memiliki 1 unit OSP, 2 MMU, 5 jobsite pada 2003. Kami
juga memiliki dua pabrik bahan peledak di 1 lokasi, 1 paten/HaKI dan 1
sertifikat internasional, dan aset kami Rp160 miliar.
Gambarkan kondisi/kinerja setelah melakukan transformasi?
Sekarang karyawan kami 60%
nya yang SLTA tinggal 1%. Kami sekarang memiliki 8 unit OSP, 17 MMU, 32
jobsite, 8 pabrik bahan peledak di empat lokasi, 26 paten/HaKI dengan 4
sertifikasi internasional, dan aset dan sales lebih dari Rp1triliun.
Contoh strategi yang berubah?
Dulu kami memiliki pabrik
yang menghasilkan dinamit dan kami jual. Dari situ memiliki nilai tambah yang
kecil maka kami beralih ke jasa. Konsumen di sini membeli problem solving,
bukan produk. Kami menawarkan jasa pengeboran (drilling), blasting. Konsumen
kami tidak perlu pusing-pusing, yang berkaitan dengan distribusi bahan peledak,
penyimpanan bahan peledak, peledakannya sendiri, drilling, pemusnahannya, itu
menjadi bagian dari jasa kami. Kami menawarkan total solution.
Apakah masih produksi? Berapa komposisi jasa dan produk?
Kami masih produksi bahan
peledak, jasanya 60% dan produknya 40%, kalau dulu jasa itu komposisinya sangat
kecil, sekitar 5%.
Apakah ada tim?
Ada tim sendiri, yang kami
sebut dengan agent of change, yang melakukan transformasi. Kami melakukan
assessment dari eselon satu sampai yang bawah, masuk agent of change ini harus
melalui assessment, kalau lulus masuk agent of change, untuk orang-orang yang
sudah terbuka dan mau berubah.
Hambatan apa yang dihadapi
dalam melakukan transformasi? Bagaimana mengatasinya?
Hambatan itu datang dari
karyawan di level atas. Dalam membuat agent of change tersebut kami melakukan
assessment dan kemudian akan mengisi jabatan struktural. Awalnya, kalau tidak
lulus, maka akan diturunkan jabatan. Hasil assessment menunjukkan hanya 5% yang
lulus. Akhirnya, jika lulus maka akan naik jabatan dan yang tidak lulus gajinya
hanya 80% tapi tidak diturunkan jabatan.
Apakah menggunakan jasa konsultan?
Dalam training agent of
change, kami menggunakan pendampingan konsultan selama 14 bulan. Konsultan kami
Taufik Bahaudin
Transformasi selanjutnya?
Transformasi harus
dilakukan setiap saat yang tergantung pada eksternal dan internal. Transformasi
ini kan tidak bisa sembarangan, karena ini bersifat radikal, jika tidak
dilakukan secara smooth akan terjadi gejolak. Yang kami lakukan sekarang bukan
transformasi tetapi improvement-nya saja.
Peran CEO?
CEO kami sebagai penanggung
jawab, dia yang memiliki visi, dialah yang menggerakkan agar visi itu berjalan.
Setiap saat, dia selalu mengingat pentingnya perubahan. (***)
No comments:
Post a Comment