Pages

Monday, November 10, 2014

#Followership



Oleh: Destyana, Manajer Bang Org & Sislola SDM

Ketika diminta untuk menulis di Program Manajer Menulis, bermunculan ide tapi gak jelas.  Akhirya daripada semakin gak jelas, terpikir untuk sharing buku yang saat ini ada di tangan. Sharing tentang #sharing – nya Handry Satriago, produk lokal yang saat ini jadi CEO GE Indonesia,
perusahaan multinasional warisannya kakek Thomas Alva Edison. Beliau berkursi roda sejak usia 17 tahun tapi pemikirannya tidak terbatasi oleh keterbatasan fisiknya. Ok…cukup cerita tentang penulisnya. Kalau mau mengenal lebih jauh beliau, monggo silahkan saja di googling atau follow sosmednya atau barangkali ada yang mau mengundang beliau ke Dahana buat DBBI..hehehe…

Dari sekian banyak topik yang beliau #sharing, ada 1 topik yang menarik, yaitu followership. Sesuai arti katanya, kalau leadership berfokus kepada leader, maka followership berfokus ke follower. Setuju dengan pemikirannya CEO GEI ini, bahwa organisasi tidak cukup hanya berkonsentrasi ke leader saja. Ternyata persoalan anak buah alias follower mesti menjadi perhatian juga untuk dikembangkan menjadi good follower daripada dibiarkan saja dan menjadi bad follower.

Bad followership dapat merusak suatu organisasi. Follower yang pasif, tidak berani berpendapat, hanya mengikuti perintah tanpa berpikir, mengeluh tanpa solusi adalah beberapa contoh bad followership. Nah…si bad follwership ini tanpa disadari dapat berpengaruh ke leadernya dan ujungnya justru malah dapat menciptakan bad leadership (terutama untuk leader yang tidak aware).

Sejarah menunjukkan banyak organisasi yang memiliki follower yang hanya melulu mengikuti apa kata leader, mengalami kehancuran. Karena leadernya tidak mendapatkan input terhadap situasi yang real dan terjebak pada narcistic leadership (narcistic leadership: leader yang terpukau dengan kesuksesannya di masa lalu dan tidak peduli bahwa situasi dan followernya sudah berbeda). Apalagi di situasi yang bebas saat ini, follower memiliki power karena mempunyai lebih banyak informasi, media untuk berekspresi dan kesempatan untuk mengorganisir tindakan.

Follower yang baik (good follower) mampu berkata tidak dan berani memberikan pendapat. Bukan berarti selalu melawan, tetapi punya rasional yang kuat dalam memberikan input, tak masalah apabila akhirnya setuju dengan leadernya.

Good follower akan berubah menjadi kolaborator/partner, penilai, dan konstruktor bagi sang leadernya. Good follower juga nantinya akan bisa menjadi good leader. Nah inilah yang akhirnya membuat organisasi bertahan dan menjadi bagus.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menggolongkan followers lebih spesifik, salah satunya berdasarkan kinerja dan value. Ada follower yang tidak bagus kinerjanya juga valuenya. Follower ini adalah golongan abal-abal atau kalau diistilah couching kemarin “dead wood”. Follower di golongan ini susah sekali diperbaiki. Ada lagi golongan The Star, yaitu follower yang value kerjanya tinggi dan juga berprestasi. Mereka ini adalah orang-orang yang rewarded & promoted. Trus ada yang belum berprestasi, tapi value kerjanya baik, golongan ini disebut second chance. Follower ini akan dapat berprestasi nantinya karena mereka bekerja dengan value yang baik dan benar. Yang juga susah adalah golongan yang value kerjanya buruk, tapi tetap mencapai target pekerjaannya. Follower yang ini disebut dengan tirani. Mereka mencapai target dengan segala cara, kadang mengorbankan teman sekerjanya, kadang melabrak segala aturan. Follower ini harus segera diperbaiki karena seperti kanker, menyebar di organisasi dengan cara merubah sel sehat menjadi sel kanker, dan akhirnya organisasi bisa menjadi mati.

Sudah kebayang kan peranan follower di organisasi? Sekarang pertanyaannya gimana dengan kita sekarang, sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari Dahana? Disini yang menjadi kesepakatan bersama tentu saja kita tidak mau Dahana menjadi hancur, yang kita mau Dahana bisa terus bertahan bahkan bisa jadi leader di industrinya. Mesti jadi good followership donk? Pasti. Itu kalau dari perspektif organisasi, kalau dari pribadi gimana? Tenang saja, ada yang bilang “if you are a diamond, your job is shining. Diamond itu ditemukan, tak perlu teriak-teriak agar ditemukan”, jadi otomatis apabila kita melakukannya untuk Dahana, nanti juga akan datang berbagai kesempatan baik buat kita.

Memang tidak mudah untuk bisa jadi good follower. Sampai sekarang, saya pun masih berusaha memperbaikinya. Mulai dari hal yang kecil, seringkali di suatu forum masih jadi bad follower. Diam, nurut dan tidak bisa kasih input, boro-boro out of the box. Kenapa bisa gitu? Karena saya tidak tahu mau bicara atau berpendapat apa. Kok bisa? Karena saya tidak paham dengan materinya. Tidak paham karena tidak belajar. Jadi ternyata kunci sebenarnya adalah belajar, bukan hanya dalam arti sempit melalui media atau sekolahan, tapi juga lewat sharing, dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

Sedikit intermezo soal belajar. Proses belajar akan jadi berguna apabila diikuti dengan dipraktekkan, disesuaikan dengan kebutuhan organisasi, dieksperimenkan, hasilnya..jadi deh ilmu baru. Dilanjutkan lagi dengan mengajar. Sudah tidak jamannya lagi prinsip guru silat yang punya 10 jurus & cuma mau ngajarin 9 jurus. Jurus ke 10 disimpen kalau-kalau si murid ngelawan. Kan tinggal ciptain saja jurus ke-11, 12, dan seterusnya. Belajar juga berarti menghargai perbedaan pendapat dan mengubah perbedaan tersebut menjadi ilmu yang baru. Siklus yang seperti itulah yang akan membuat organisasi terus bergerak. Nyaman sekali kan kalau di Dahana sudah seperti ini (makanya ayo setiap orang rajin DBBI *pesan sponsorship).

Balik lagi ke manuver untuk jadi good follower, trus gimana kalau kita sudah mati-matian kasih pendapat, malahan out of the box, tapi leadernya lempeng aja? Yang pertama cek dan komunikasikan dengan leader, jangan-jangan cara kita selama ini belum pas sama gaya leader kita. Ada leader yang suka kalau kita menyampaikan sesuatu tanpa bertele-tele, jadi tidak ada salahnya kita belajar berbicara secara ringkas (pake ilmu elevator: menyampaikan pemikiran kita hanya dalam hitungan waktu selama naik elevator). Yang kedua, coba perhatikan timingnya, barangkali pada saat kita menyampaikan, leader kita sedang “riweuh”, sehingga tidak menaruh banyak perhatian ke yang kita sampaikan. Tapi jangan menyerah. Siapa tahu ke depan saat beliau menghadapi persoalan dengan topik yang pernah kita sampaikan, beliau baru inget dan akhirnya membahas input kita.

Itu juga sudah dilakukan, tapi gimana kalau leader kita masih aja kekeuh lempeng? Kalau gini, yang perlu dibenerin adalah leadernya. Sayang sekali kalau “diamond” yang tadi, tertutupi karena leadernya tidak aware dengan followernya. Kata Barry Posner (beliau ini banyak nulis soal leadership): people leave their leaders, not their company…nah lo. Memang followership selalu berhubungan dengan leadership. Untuk bisa jadi good follower tidak lepas dari peranan leader. Leader yang mampu mengembangkan followernya, akan menghasilkan leader baru yang sama atau lebih bagus, dan dianggap telah berhasil. Karena salah satu tugas leader adalah menciptakan leader yang baru.

Kesimpulannya, nothing wrong or inferior to become follower, but being a great follower. Berlaku untuk siapapun kita, karena setinggi apapun leader, pada akhirnya, mereka juga seorang follower. Jadi, ayo kita berusaha jadi good follower, secara pribadi maupun buat Dahana kita. Dahana…be excellent!!

Thanks to : Handry Satriago, @handryGE.

No comments:

Post a Comment

 

PT DAHANA

Jakarta Office:
Menara MTH, Lt.17
Jl. MT. Haryono Kav.23
Jakarta 12820
Indonesia
Telephone +62 21 837 823 17
Facsimile +62 21 837 823 27

PT. DAHANA

Head Office:
Energetic Material Center
Jl. Raya Subang - Cikamurang Km. 12 Cibogo
Subang 41285, Jawa Barat
Indonesia
Telephone+62 260 742 3333
Facsimile+62 260 742 3888