Subang,
11 September 2014. Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro memetakan
cara sebuah Negara membangung industri pertahanannya. Menurutnya, terdapat empat tipe sebuah negara
membangun industri pertahanannnya di dunia ini.
Hal tersebut diungkapkan Purnomo dalam keynote speech Forum Komunikasi Litbang Pertahanan ke-25 yang
dihelat di Kampus Dahana Subang (11/09).
Pertama,
industri maju. Negara-negara yang masuk
dalam kategori ini memiliki sejarah panjang dalam konflik dan peperangan,
seperti masa revolusi, Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Negara yang masuk kategori ini diantaranya negara-negara
Eropa Barat dan Amerika.
Kedua,
negara yang membangun sistem pertahanannya dengan membeli. Mereka tidak mengembangkan industri
pertahanan dalam negerinya, melainkan membeli dari negara lain dengan kekuatan finansial
mereka yang sangat kuat. Negara-negara
yang masuk dalam kategori ini kebanyakan dari Timur Tengah, terutama Negara
Teluk.
Ketiga,
negara yang terpaksa membangun industri pertahanannya memiliki musuh. Negara yang masuk dalam kategori ini seperti
India, Israel, dan Turki.
Keempat,
Negara-negara yang industri pertahanannya maju tetapi mereka tidak memiliki
musuh. Mereka banyak mengirimkan
tentaranya untuk misi perdamaian dunia.
Lalu
bagaimana dengan Indonesia? Pertanyaan
retorik itu dijawab sendiri oleh Purnomo.
Menurutnya, Pemerintah melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan
(KKIP) memiliki dua agenda besar untuk industri pertahanan. Pemerintah mendukung industri pertahanan
dalam negeri untuk mendukung kemandirian pertahanan.
“Indonesia
tidak memiliki musuh, dan mendorong untuk aktif dalam misi perdamaian dunia,”
tegas Purnomo. Arah kebijakan ini jelas
terbaca dengan masuknya Indonesia ke dalam sepuluh besar negara dunia yang
menyumbang pasukan perdamaian.
Kemudian,
kemandirian industri pertahanan dalam negeri ini tidak hanya mendukung di
bidang pertahanan, tapi juga mendukung perekonomian nasional dengan melakukan
ekspor ke Negara lain.
“Kapal
kita sudah dipakai di Timor Leste, Anoa (panser) dipakai dalam misi perdamaian oleh
Malaysia, hasil kerjasama dengan Airbus juga sudah dipasarkan ke Myanmar,”
lanjut Purnomo.
Dalam
kontek regional ASEAN, Indonesia masih menjadi empat besar untuk budget
pertahanan bersama Singapura, Malaysia dan Thailand. Untuk budget pertahanan di Negara-negara
ASEAN sendiri tidak lebih dari 10 milyar dolar pertahun dengan tertinggi
Singapura dengan 9 milyar diikuti oleh Indonesia diposisi kedua. Nilai tersebut masih teramat jauh jika
dibandingkan dengan Amerika Serikat dengan budget 600 milyar dolar pertahun dan
Tiongkok diangka 125 milyar dolar pertahun.
Namun
demikian, perbedaan budget masing-masing Negara ASEAN ini tidak serta merta menyebabkan terjadinya
perlombaan senjata di ASEAN.
“Kami
sepakat, untuk konflik yang terjadi diantara sesame negara ASEAN akan
diselesaikan dengan duduk bersama,” tegas Purnomo.
Menurut
Purnomo, ASEAN sendiri tidak berkeinginan untuk membentuk sebuah pakta
pertahanan. “Kami telah memiliki forum
ADIC (Asean Defense Industry Cooperation),” pungkasnya.
No comments:
Post a Comment