Doa Kepepet

Oleh: Jui

Satu kata untuk 17 Februari 2014, tekad.  Tidak seperti rencana atau bahkan resolusi di setiap awal tahun, tekad ini lebih menggema menyelimuti seluruh relung jiwa.  Mungkin tergelorakan gemuruh muntahan erupsi Gunung Kelud beberapa hari ini.

Banyak cara bagi Tuhan untuk mengembalikan manusia ke rel yang lurus setelah sebelumnya menyimpang.  Pun mudah saja bagiNya untuk menunjukkan jalannya.  Berubah itu terkadang harus dengan paksaan, termasuk oleh sebab dan keadaan alias kepepet.  Mungkin inilah yang dinamakan sebuah titik balik.


Ngomong-ngomong masalah kepepet, orang tua zaman dulu punya ‘doa’ yang sangat mujarab jika diamalkan.  ‘Doa’nya pun pendek saja dan diyakini orang yang tidak bisa baca tulis arab juga mudah menghafalnya.  ‘Doa’nya, Allahumma paksakeun (dalam bahasa sunda), atau Allahumma faksain (dalam bahasa Indonesia ‘kontemporer’).  Mudah bukan?

Dibalik doa itu, ada makna yang dalam.  David J Schwart dalam salah satu bab dalam bukunya The Magic of Thinking Big, mengungkapkan satu slogan pembakar jiwa, hancurkan ketakutan dengan tindakan.  Ya, alih-alih kita disibukkan dengan kekhawatiran akan ini dan itu, lebih baik hadapi kesulitan dengan tindakan yang solutif.

Hal ini bisa diibaratkan dengan hukum air mengalir.  Ketika dia mentok, dia akan mencari aliran yang lebih rendah untuk melepaskan diri dari hadangan sampai akhirnya bermuara ke lautan.  Tidak patah semangat mencari jalan keluar.

Kesulitan, baik berupa ujian maupun musibah tetap harus dimaknai dengan positif.  Dan perlu dicatat, mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah.  Karena dengan mengeluhpun masalah itu tetap ada.  Lebih bijak, berusaha dan terus berusaha.

Oleh karenanya, jangan tinggalkan berdoa.  Termasuk ‘doa’ di atas.  Ketika kemalasan dan kegalauan menyergap, segera ingat ‘doa’ itu tekad dalam perbuatan itu akan menghancurkan ketakutan, kemalasan dengan tindakan yang konstruktif.  Pasti ada jalan. Percayalah…percayalah… J