Dahana, Malang
- Kementerian Pertahanan dan Keamanan mencanangkan kemandirian alat
utama sistem pertahanan Indonesia. Menurut Wakil Menteri Pertahanan dan
Keamanan Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin, cara yang ditempuh untuk
memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) di antaranya
mendukung dan mengutamakan industri pertahanan dalam negeri, swasta, dan
badan usaha milik negara (BUMN).
Selain itu, dia melanjutkan,
Kementerian berkerja sama dalam hal alih teknologi industri pertahanan
dengan sejumlah negara maju. ”Alutsista harus mandiri, perkuat industri
pertahanan dalam negeri,” kata Sjafrie Sjamsoeddin saat berkunjung ke
industri roket dan bom PT Sari Bahari Malang, Jawa Timur, pada Jumat, 22
November 2013.
Modernisasi, menurut Sjafrie, juga termasuk
memproduksi kapal selam yang dikerjakan PT PAL bekerja sama dengan
Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Prinsip kerja sama
dilakukan setelah Kementerian Pertahanan dan Keamanan memesan tiga kapal
selam ke DSME, Korea Selatan. Dalam pembelian ini, Indonesia dan Korea
Selatan sepakat menjalin kerja sama alih teknologi.
Sejumlah
tenaga ahli telah belajar teknologi ke Korea Selatan. Pada pesanan kapal
selam ketiga, bakal dibangun di galangan kapal PT PAL yang dikerjakan
tenaga teknis Indonesia dan diawasi ahli dari DSME. ”Sehingga 10 tahun
mendatang, Indonesia diharapkan mampu memproduksi kapal sendiri,”
katanya.
Indonesia juga bekerja sama dengan Korea Selatan dalam
mengembangkan produksi pesawat tempur generasi 4,5. Pesawat tempur KFX
merupakan proyek bersama PT DI dengan Republic of Korea Air Force
(ROKAF). Dibandingkan F-16, KFX diproyeksi memiliki radius serang lebih
tinggi 50 persen. Dengan sistem avionic yang lebih baik serta dilengkapi kemampuan antiradar (stealth). ”Sepuluh sampai 15 tahun mendatang, kita produksi pesawat tempur sendiri,” katanya.
Alutsista,
Sjafrie mengatakan, dikembangkan dan digunakan untuk menjaga kedaulatan
dan memperkuat keamanan dalam negeri. Bahkan sebagian telah digunakan
untuk berbagai operasi keamanan. Misalnya saja, bom P-100 yang produksi
PT Sari Bahari telah dicangkokkan ke pesawat Sukhoi. Bom dengan hulu
ledak sejauh 164 meter ini dikembangkan dan diproduksi di dalam negeri.
Bahkan telah menggunakan kandungan lokal sampai 92 persen. ”Hanya fuse
atau pemicu ledakan bom yang diimpor,” kata Sjafrie.
Sepanjang
belum bisa diproduksi di dalam negeri, kata Sjafrie, komponen tersebut
diizinkan diimpor dari produsen di luar negeri. Meski demikian,
pemerintah juga mendukung upaya produksi fuse secara mandiri, yakni
dengan kerja sama transfer teknologi peralatan militer dengan negara
maju. ”Kerja sama alih teknologi harus dengan prinsip kesetaraan. Kita
jangan dirugikan,” katanya.
Pihak pemerintah sendiri akan
menyediakan regulasi dan kesempatan secara luas kepada industri
pertahanan dalam negeri. Selain itu, industri pertahanan dalam negeri
harus membaca peluang produksi, kelayakan untuk dipasarkan ke kawasan
regional dan global.
Kementerian Pertahanan dan Keamanan juga
mendorong industri pertahanan untuk melakukan kerja sama. Contohnya, PT
Sari Bahari yang memproduksi cashing rocket dan bom, tapi pengisian bahan peledak bekerja sama dengan PT Dahana, sebuah BUMN yang bergerak di bidang bahan peledak.
Menurut
Sjafrie, modernisasi alat utama sistem pertahanan untuk percepatan
pemenuhan Minimum Essential Force 2014 juga dianggarkan dengan dana
besar. Pada 2010 dianggarkan dana Rp 42,3 triliun, sedangkan 2014 naik
menjadi Rp 83,4 Triliun. "Ini sesuai renstra atau rencana dan strategi
peralatan militer 2010-2014," katanya.
Adapun Direktur Utama PT
Sari Bahari, Ricky Hendrik Egam, menyatakan tengah menjalin kerja sama
alih teknologi produksi fuse dengan produsen fuse asal Bulgaria Armaco.
Alih teknologi dilakukan setelah PT Sari Bahari memesan 1.500 buah fuse.
”Fuse bisa dipicu secara elektronik maupun manual,” katanya.
Menurut
Ricky, tujuan alih teknologi yaitu untuk mengurangi ketergantungan
terhadap sejumlah komponen yang belum bisa diproduksi di Indonesia. PT
Sari Bahari merupakan satu-satunya produsen bom dalam negeri. Total
sebanyak 3 ribu bom latih digunakan TNI Angkatan Udara, serta sebanyak
260 buah kepala roket akan digunakan untuk latihan perang bagi tentara
angkatan darat, udara, dan laut Republik Cili.
sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/11/22/078531676/Indonesia-10-Tahun-Lagi-Bisa-Produksi-Alat-Militer/1/0
Sunday, November 24, 2013
Indonesia 10 Tahun Lagi Bisa Produksi Alat Militer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment