Bila
dilihat dari struktur batuan yang ada di Indonesia, karakteristik
wilayah Indonesia terbilang unik. Di beberapa wilayah kepulauan
Indonesia, jenis batuan, khususnya granit yang ada cenderung memiliki
tingkat kekerasan yang tinggi. Fenomena ini membuat beberapa alat berat
seperti pemecah batu (braker), mesin bor, dan alat penghancur batu lainnya kurang cocok dipakai di proyek-proyek sektor konstruksi yang ada di tanah air.
Hal
ini selain menjadi menghambat waktu pengerjaan, juga menjadi kurang
efisien dari sisi biaya. Di sisi lain, pesatnya pembangunan membuat
kebutuhan “penghancur batu” terus meningkat setiap tahunnya. PT DAHANA
(Persero) sebagai perusahaan penyedia jasa peledakan, melihatnya sebagai
peluang bisnis yang sangat potensial.
Di lini bisnis Divisi Kuari
dan Konstruksi PT DAHANA tersebut, BUMN yang dinakhodai F. Harry
Sampurno ini tengah menggarap beberapa proyek peledakan sektor
konstruksi yang terkonsentrasi di Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, dan
Sulawesi. Salah satunya, yakni pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro (PLTM) Morowali. Proyek PLTM ini merupakan proyek pembangkit
kedua yang dikerjakan DAHANA dalam setahun terakhir setelah PLTU Salira
di Banten.
Di Pembangkit listrik yang terletak di Desa Rawapadar
Kecamatan Lembo Kabupaten Morowali ini, PT DAHANA mengerjakan
pembangunan saluran parit untuk mengalirkan air ke pembangkit mikrohido
milik PT Buminata Ajiperkasa. Sesuai dengan master plan PLTM
Morowali, pembangkit yang dihasilkan dari aliran Sungai Panapa tersebut
berkapasitas terpasang 3x3000 Kwh. PLTM ini akan mengalirkan listrik
untuk kebutuhan setrum di Pulau Sulawesi yang saat ini masih kerap
kekurangan pasokan.
Site Coordinator Morowali Suharno
mengungkapkan, proyek peledakan yang dimulai pada Mei 2012 ini baru akan
selesai pada pertengahan 2014 mendatang. Butuh setidaknya 3 ton Anfo
untuk menghasilkan ledakan 10 bcm batu dalam setiap bulannya. Untuk
mensaisati penggunaan Anfo di daerah yang terkenal dengan curah hujan
paling tinggi kedua di Indonesia ini, menurut Suharno, pihaknya selalu
menggunakan kondom dalam setiap operasinya.
“Karena faktor cuaca di Morowali yang memiliki curah hujan sangat tinggi dan tak mengenal musim, drilling dan blasting hanya bisa dilakukan setidaknya 3 kali dalam seminggu,” jelas Suharno. Dibantu 3 helper dan seorang blaster, Suharno mampu mengerjakan 60 lubang ledakan dengan kedalaman 4 meter setiap harinya.
Suplai
handak pun terbilang lancar. Meski jarak Morowali sangat jauh dari
Makassar yang menjadi lokasi bongkar muat handak, lokasi site
yang tak jauh dari dari jalan Poros Trans Sulawesi membuat suplai handak
tepat waktu. “Kendala hanya pada cuaca dan keterbatasan alat berat di
lokasi,” tukas Suharno. (IDR)
Friday, November 22, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment