Dikisahkan dua orang general manager yang memimpin sebuah cabang perusahaan
di kota yang sama. Pemimpin pertama adalah seorang pimpinan dari sebuah cabang
perusahaan asuransi, sementara orang kedua adalah pemimpin perusahaan dari sebuah
bank BUMN di kota tersebut.
Pimpinan yang pertama selalu bersikap santun pada semua orang dengan tetap
menjaga wibawanya. Semua karyawan dari petugas security sampai level manager disapanya, ia tak membedakan sikap
pada semua karyawanya. Sang bos pun tak segan langsung memberi contoh pada
semua bawahannya untuk melaksanakan arahannya. Sang bos pun selalu menjadi
orang yang pertama menjenguk ketika mengetahui ada karyawanya tak masuk kerja
karena sakit.
Di waktu senggang, dia sempatkan mengobrol dengan seluruh karyawan tanpa
membedakan tingkatan di perusahaan. Saat beberapa pelanggan mengajukan
komplain, sang bos tak segan membantu memberikan solusi tanpa langsung
menyalahkan bawahannya. Ketika rapat kerja, dia selalu juga rela pasang badan
jika keputusan yang diambil dalam rapat tak sesuai yang diharapkan.
Tiba-tiba sang bos dimutasi ke daerah lain setelah lima tahun memimpin
cabang tersebut. Seluruh karyawan menangis saat hari kepergiannya, dan
mengantarkan bekas pimpinan mereka ke bandara meski saat itu hari libur. Semua
karyawan merasa berat hati ditinggalkan pemimpin yang bisa membawa semangat
kerja sekaligus rasa nyaman tersebut.
Sementara, pemimpin kedua adalah bos
pindahan dari Jakarta yang kini ditugaskan memimpin cabang bank kota tersebut.
Di depan semua karyawan, ia jaga wibawanya. Ketika datang ke kantor, ia
tunjukan muka acuh. Jangankan pada
petugas security, pada teller di depan kantor pun ia tak pernah mau menyapa.
Ketika rapat ia galak bak singa dan menyalahkan bawahannya dengan kerap
menggebrak meja. Seisi kantor menjadi
bisu akibat tekanan kerja yang diberikan.
Ia hanya tebarkan senyum ketika seorang direktur dari Jakarta datang
menginspeksi kantor cabangnya. Karyawan
yang sudah jadi korbannya kasak kusuk menceritakan kegalakan bos barunya saat
jam makan siang. Tiba-tiba kabar gembira berembus, si bos akhirnya dipindah ke
Kalimantan. Seisi kantor pun gembira luar biasa. Beberapa karyawan bahkan diam-diam menggelar
syukuran untuk merayakan kepergian sang bos. Saat kepergiannya, hanya
segelintir karyawan yang mengantarnya ke bandara, itu pun tak lebih dari setor
muka.
Kisah dua bos cabang perusahaan tersebut memberikan pelajaran bahwa
pimpinan perusahaan tak hanya dituntut membawa nilai kerja dan target semata
perusahaan, namun membawa semangat pada seluruh karyawan mencapai tujuan
perusahaan. Sebagai sebuah entitas BUMN dengan ratusan karyawan yang tersebar
di hampir seluruh wilayah tanah air, kemajuan pesat DAHANA tak bisa dilepaskan
dari sikap pemimpin yang memahami kondisi bawahannya.
Kedekatan karyawan dengan pimpinan perusahaan membawa arah perusahaan yang
dirumuskan bisa dipahami dan dijalankan dengan baik oleh seluruh karyawan di
setiap levelnya. Tanpa mengesampingkan standar prosedur operasi yang telah
ditetapkan, komunikasi dan hubungan baik pada setiap jenjang lebih dibutuhkan
saat menjalankan operasi bisnis DAHANA.
Untuk dikenang dalam kebaikan dan atau dalam keburukan pada saat akhir
nanti adalah sebuah pilihan. Bagi siapa
pun, terutama pimpinan, berkaca diri, apakah bawahan akan merayakan dalam suka
cita pada saat meninggalkan posisi saat ini, atau mereka menangis tersedu sedan
mengiringi kepergian anda.
No comments:
Post a Comment