Satuan Pengawasan Intern (SPI)
merupakan salah satu unit kerja yang diatur oleh Undang-undang, berbeda dengan
unit kerja lainnya yang hanya berada dalam aturan organisasi perusahaan itu
sendiri. Itu artinya SPI begitu penting dan berarti bagi sebuah perusahaan
milik Negara. Aturan tentang keberadaan SPI tertuang didalam Undang-undang no
19 tahun 2003 tentang BUMN, serta
Peraturan Pemerintah no 45 tahun 2005 yang didalamnya terdapat bahasan
tentang SPI.
Keberadaan SPI dalam perusahaan
harus mampu menyesuaikan sistemnya dengan Pemerintah. Manajemen yang
digunakannnya pun ikut serta dengan aturan yang diturunkan oleh Negara.
Membahas tentang manajemen audit, pemerintah telah menurunkan beberapa standar
yang harus digunakan oleh perusahan BUMN.
Seperti halnya yang dibahas dalam
Seminar SPI yang gelar oleh Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FKSPI)
Jawa Barat di Kantor Manajemen Pusat (Kampus) Dahana Subang pada 22 Agustus
2014. Seminar kali ini mengangkat tema “Meningkatkan Profesi Internal
Auditor dalam membangun sinergi antar BUMN/BUMD” dengan
pembicaranya Supriyadi,SE., Ak., MM., CA., CRMP., dari perwakilan BPKP Provinsi
Jawa Barat.
Dalam seminarnya, Supriyadi memaparkan jumlah BUMN/BUMD
yang berada di Jawa Barat dan Banten. di Jabar jumlah BUMN ada 16, BUMD 27, BPD
& BPR 86 dan PDAM 23 perusahaan, sedangkan di Banten terdapat 15 BUMN, 4
BUMD dan 6 PDAM. Menurutnya agar terjadi sinergitas harapkan BUMN dan BUMD
mampu saling kerjasama. Dan untuk pecapaian perbaikan manajemen BUMD maka perlu
adanya berbagi pengetahuan seperti halnya tentang penerapan GCG, penerapan Internal Control dan Risk Management.
Supriyadi pun manaruh harapan sebaiknya
SPI sudah menerapkan Risk Based Internal Audit (RBIA). Menurutnya ada beberapa hal
yang beda dalam penerapan manajemen SPI antara berbasis resiko dengan berbasis
konvesional.
“Dalam RBIA, auditor datang kapan saja dan akan
memberikan solusi, sedangkan konvesional auditor datang saat melakukan audit.
RBIA, tindak lanjut audit adalah saran perbaikan atau tambahan pengendalian
resiko, sedangkan konvesional tindak lanjut berupa sanksi atau ganti rugi dan
adanya hukuman” tulis Supriyadi dalam slide kesimpulan presentasinya.
Dihari yang sama, disela-sela acara tim reportase DFile mendatangi E. Herdiana Kepala
Satuan Pengawasan Intern (SPI) PT DAHANA (Persero), untuk mengkonfirmasi perihal
apa yang disarankan oleh BPKP tentang penggunaan manajemen berbasis resiko.
“SPI Dahana sudah memakai dan menjalankan apa yang
disarankan oleh BPKP,” kata E. Herdiana.
Selain itu, pria yang biasa dipanggil Chevy ini pun
menerangkan kemajuan SPI akan berinflikasi pada perusahaan, SPI itu harus mampu
mengupdate pengetahuannya dan sistemnya. SPI itu sangat penting bagi
perusahaan.
“SPI merupakan salah satu komponen yang mampu
mengendalikan dan mengontrol perusahaan” pungkasnya. (SYA)
No comments:
Post a Comment