Blog Dahana, Membelah
hamparan perkebunan karet dan areal persawahan, sebuah jalan tanah
selebar 200 meter memanjang dari Barat ke Timur. Bila menyapu pandangan
jauh ke kedua sisinya, jalan tersebut seolah nampak tak berujung.
Kondisinya masih berupa tanah liat, meski kontur tanahnya sudah
dikeraskan pasca diratakan dengan alat berat. Sebuah tanah lapang lain,
kurang lebih seukuran dua kali lapangan bola, disiapkan di sisi Selatan
jalan baru tersebut.
Jalan baru yang memanjang dari Cikampek
hingga wilayah Kabupaten Sumedang ini merupakan bagian dari megaproyek
jalan Tol Cikopo – Palimanan (Cipali). Tol dengan panjang hampir 116
kilometer ini diproyeksikan akan menghubungkan jalan Tol Cikampek di
sebelah Barat, hingga tol Pejagan di sisi Timur. Sementara, tanah lapang
kosong di sisi Selatan rencana jalan Tol akan difungsikan untuk
pembangunan akses pintu tol tersebut.
Sebagai perusahaan yang
memiliki kompleks Industri di Cibogo, satu dari 6 kecamatan di Subang
yang dilewati proyek tol Cipali, PT DAHANA (Persero) ikut terimbas
dampak pembangunan jalan bebas hambatan tersebut. Bukan imbas karena
perusahaan harus rela lahannya diserahkan untuk kepentingan pembangunan.
Sebaliknya, proyek senilai Rp 15 triliun ini justru memberi dampak
positif strategis kawasan Energetic Material Center (EMC) milik PT
Dahana di masa mendatang.
Akses pintu masuk tol Cipali dengan EMC
hanya berjarak kurang dari 5 kilometer. Pembangunan akses pintu tol
yang tepat berada “di depan muka” kawasan EMC menjadikan kompleks
pabrik, laboratorium, perkantoran, dan pergudangan ini menjadikannya
bernilai sangat strategis.
Hal ini diamini oleh Budi Antono,
Direktur Operasi PT DAHANA (Persero). Budi mengun
gkapkan, saat rencana
pembangunan EMC, perusahaan melihat peluang yang prospektif di masa
mendatang pada kawasan ini. “Dengan akses langsung ke pintu tol,
memungkinkan perusahaan bisa melakukan efisiensi yang besar dalam
operasi perusahaan, tol akan berdampak besar mengurangi biaya
transportasi, serta memangkas waktu tempuh distribusi produk bahan
peledak pada konsumen,” ujar Budi melalui pesan elektronik pada Dfile.
Pengembangan
kawasan pasca rampungnya pembangunan jalan tol ini mementahkan tudingan
dari banyak pihak, tentang pemilihan lokasi pembangunan EMC yang
sebelumnya dianggap “terpencil” dari Jakarta. Berada di tepian kabupaten
Subang yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Indramayu dan
Kabupaten Majalengka, pemilihan lokasi pembangunan EMC dikawasan
tersebut dianggap tidak menguntungkan secara ekonomis.
Adalah Edy
Suharia Bratanatadirya, Direktur Utama PT Dahana periode 1982-1988, yang
mulai merintis pengembangan kawasan yang sebelumnya milik PTPN VIII
ini. Dikatakan Edi, PTPN VII menjual lahan seluas 600 hektar ini karena
dianggap sebagai lahan yang tak menguntungkan, ditambah dengan akses
yang sangat terpencil. “Dulu lahan EMC hanya perkebunan karet yang
hampir dianggap tak menguntungkan buat PTPN, kini justru menjadi pusat
bahan peledak yang bernilai sangat strategis,” ujar Edy. (IDR)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment