Oleh:
Erman Abdurahman, Manajer Perencanaan dan Evaluasi
…..kalau begitu pertanyaan saya ganti: “Anda diangkat sebagai karyawan
Dahana melalui keputusan Direktur Utama kan? Nah sekarang jika keputusan
tersebut dicabut anda siap mandiri tidak?”
Kalimat Kewirausahaan sering kita kenal semasa kita duduk dibangku
kuliah karena merupakan salah satu mata kuliah yang wajib kita ikuti di fakultas
ekonomi. Dan sekarang kalimat tersebut nampaknya terlupakan begitu saja dan
disibukan oleh rutinitas kita sehari-hari sebagai seorang pekerja.
Kalimat tersebut seolah-olah muncul lagi
begitu kita akan memasuki masa purna bakti.
Para ahli mengartikan kalimat kewirausahaan (entrepreunership) dengan arti yang berbeda-beda namun pada
prinsipnya merupakan ide inovatif dalam menjalankan sesuatu didalam menghadapi
ketidakpastian.
Lalu kita harus bagaimana bersikap dengan
kondisi kita sebagai seorang pekerja yang hampir seluruh waktu kita tersita
dengan kegiatan rutinitas? Saya jadi teringat kejadian yang dialami sekitar
tahun 1986, kurang lebih baru sekitar 2-3 bulan saya diterima Dahana (waktu itu
masih berstatus perusahaan umum). Waktu
itu, saya diikutsertakan perusahaan untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan sesuai
undangan dari Kadin Jabar (waktu itu Dirut Perum Dahana menjabat juga sebagai Ketua
Kadin Kab Tasikmalaya).
Sebelum pelatihan di mulai, seperti biasa
masing-masing peserta memperkenalkan diri, dan pas giliran saya memperkenalkan
dari Dahana, langsung instruktur yang sekarang jadi pakar marketing berkata “Nah
ini dia perusahaan pemegang monopoli bahan peledak di Indonesia” dan beliau langsung
bertanya: “Jika keputusan Presiden yang mengatur tata niaga bahan peledak di
Indonesia itu di cabut apa Dahana masih bisa hidup?”
Saya jawab belum bisa menjelaskan berhubung
baru diangkat sebagai karyawan dan beliau langsung berkata kalau begitu pertanyaan saya ganti: “Anda
diangkat sebagai karyawan Dahana melalui keputusan Direktur Utama kan? Nah
sekarang jika keputusan tersebut dicabut anda siap mandiri tidak?”
Dengan pertanyaan kedua pun saya masih belum
bisa menjawab, lalu beliau bertanya lagi: “Kalau begitu kapan anda siap?” lalu
beliau menjelaskan lebih detail, waktu itu berlalu sangat cepat, masa-masa kita
di SMP dan SMA serasa kemarin. Terus
saya balik bertanya: “lalu sekarang langkah kita harus bagaimana?” dan beliau
menjawab dengan singkat “berinvestasi lah…!” .
Begitu juga dengan kondisi kita sekarang,
rasanya baru kemarin kita mendapatkan keputusan pengangkatan sebagai karyawan,
namun kenyataannya tinggal beberapa lama lagi kita akan memasuki masa pensiun.
Untuk menjadi seorang wirausaha tentunya
harus ada modal dan kemauan atau tekad yang kuat dari diri seseorang, Baiklah
kita kupas permasalahan tersebut satu per satu.
Untuk mendapatkan modal tentunya harus ada
pengorbanan dari pelaku usaha, karena kita sebagai seorang pegawai tentunya
sukar untuk mendapatkan tambahan modal karena waktu kita sudah habis tersita di
kantor, namun demikian kita coba telaah apa yang diperintahkan instruktur
pelatihan bahwa kita harus berinvestasi.
Instrumen investasi yang ditawarkan saat ini
bermacam-macam. Ada yang berinvestasi
berupa: Deposito, investasi di pasar saham dan ada juga investasi di emas serta
investasi di property/tanah. Investasi
di deposito saat ini kurang menguntungkan karena tingkat inflasi lebih tinggi
dari suku bunga deposito, kemudian investasi di saham atau emas permasalahannya
adalah kita tidak dapat mengontrol harga pasar dari saham dan emas, jadi
investasi yang sangat menguntungkan menurut hemat saya disini kearah properti.
Pengertian properti disini baik gedung maupun
tanah, mengapa demikian? Karena disamping kita mendapatkan capital gain dari penambahan nilai tanah/bangunan kita juga bisa
mendapatkan cash flow dari
tanah/bangunan tersebut misalnya disewakan serta atas tanah tidak dilakukan penyusutan, juga
untuk mendapatkan properti kita tidak harus mengeluarkan uang senilai dari
harga properti tersebut dan cukup hanya untuk uang muka saja.
Kesadaran melakukan investasi harus muncul
dari diri sendiri dan kita harus coba berkorban yakni menunda kesenangan
(delaying gratification) pembelian barang konsumtif dialihkan ke pembelian barang yang lebih
produktif. Apakah berarti kita dilarang bersenang-senang? Bukan, menunda
kesenangan bukan berarti harus menderita, kita harus mencari strategi agar kita
bisa tetap berinvestasi untuk masa depan tanpa harus menderita.
Sekarang apa hubungannya investasi dengan
kewirausahaan? Seperti kita ketahui bersama, faktor utama untuk dapat menjadi
seorang wirausaha tentunya harus ada modal bukan? Dengan beberapa investasi yang telah kita lakukan terutama
dengan adanya capital gain atas aset
yang kita miliki, kita dapat mendapatkan tambahan modal, sehingga dari tambahan
modal tersebut kita bisa melakukan suatu kegiatan usaha dan tentunya yang kita
harapkan adanya cash flow yang
surplus.
Mengingat pentingnya investasi, hal
tersebut saya coba terapkan dengan jalan
mengambil rumah dan dengan hanya
membayar uang muka sebesar 30 juta
rupiah kita sudah bisa memiliki sebuah rumah.
Dan rumah tersebut tidak saya tempati tetapi langsung dikontrakan, jadi
untuk pembayaran angsuran bulanan dari hasil kontrakan tersebut. Beberapa tahun kemudian rumah tersebut laku
senilai 875 juta rupiah, jadi dalam beberapa tahun kita mendapatkan Capital gain sebesar 845 juta rupiah
tanpa harus bekerja.
Juga investasi dalam tanah saya lakukan di sekitar tahun 2005, waktu itu ada yang menawarkan
tanah masih di wilayah Kota Tasikmalaya dengan harga hanya 100.000 rupiah per tumbak dengan luas 400
tumbak (5.600 m2). Jadi nilai pembelian
sebesar 40 juta rupiah, karena ingat
akan pentingnya berinvestasi maka saya beli tanah tersebut dan langsung saya
tanami kayu merbau.
Mengapa kayu merbau yang dipilih? Kayu merbau
merupakan tanaman yang hidupnya dihutan dan termasuk kayu keras sehingga tidak
memerlukan pemupukan serta tidak memerlukan biaya operasional. Saat itu jalan menuju ke sana sangat jelek
sehingga banyak orang yang tidak tertarik membelinya, namun sesuai dengan
perkembangan tanah tersebut sudah
ditawar 1 juta rupiah per tumbak, berarti apabila kita jual maka kita akan
mendapatkan capital gain sekitar 360
juta rupiah dalam kurun waktu beberapa tahun.
Namun saya tidak menjualnya karena hasil dari
kayu merbau jika dipanen kelak akan mendapatkan keuntungan yang besar dimana
sekarang jenis kayu merbau harganya mencapai 8 – 19 juta per m3 sehingga kita
mendapatkan cukup modal untuk kegiatan wirausaha. Setelah kita mendapatkan
tambahan modal tersebut, baru kita melangkah untuk melakukan kegiatan kearah
wirausaha yakni menciptakan suatu kegiatan usaha yang mendapatkan cash flow yang surplus.
Masalah yang paling besar yang dialami untuk
menjadi seorang wirausaha adalah adanya semacam keragu-raguan untuk melangkah
ke sana, dan untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut memerlukan keberanian
untuk mengambil keputusan. Selama beberapa tahun saya menjadi anggota tim
PUKK atau bahkan menjadi ketua PKBL, tampaknya hanya faktor
keberanian yang merupakan faktor terpenting untuk menjadi seorang wirausaha. Walaupun
tingkat pendidikan mereka relatif rendah tapi toh mereka mampu menjadi
pengusaha dan kehandalan mereka terbukti walaupun diterpa resesi ekonomi,
mereka tetap tegak berusaha.
Untuk pemilihan jenis
usaha yang akan dilakukan, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan
diantaranya :
1.
Bidang
usaha yang akan dilakukan hendaknya merupakan kegiatan yang disukai (hobi)
sehingga dapat dijalani dengan senang hati.
2.
Karena
kita sebagai karyawan tentunya pola penerimaan hasil harus seirama dengan
sewaktu kita masih aktif (misalnya membuat rumah kontrakan dan lain sebagainya)
yang pembayarannya dilakukan setiap bulan.
3.
Perlu
adanya mental yang kuat, untuk mendapatkan pola mental yang kuat dapat
diperoleh dengan mengikuti workshop, seminar atau pelatihan.
4.
Lakukan
secara teratur evaluasi baik bulanan maupun tahunan serta bandingkan antara
target dengan realisasi dan apabila ada deviasi lakukan segera evaluasi.
5.
Yang terakhir adalah
tidak lupa ber do’a.
Itulah sedikit
tulisan dan semoga dapat dijadikan sebagai masukan serta dapat bermanfaat bagi
kita semua.
No comments:
Post a Comment